Penulis : Jesman Sianturi
Pontianak | pelitaprabu.com
Erwin, Siahaan SH, Pengacara (Advokat) terpidana Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Ir Yuni Sikala Kope, mulai surati Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalimantan Barat di Pontianak.
“Isi surat kami kepada Kejati Kalbar, jelas menyangkut pokok masalah yakni menanyakan bukti setor Uang Pengganti (UP) sebesar Rp 2.910.000.000 (Dua Milliard Sembilan Ratus Sepuluh Juta Rupiah) yang sudah dikembalikan terpidana Yuni”.
“Dan, UP yang sudah dikembalikan terpidana Yuni, tertuang jelas dalam putusan Kasasi dan Peninjauan Kembali (PK)”
“Namun, meski demikian jelas pengembalian UP itu dalam putusan, oleh eksekutor saat mengantar terpidana ke Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kls II A Pontianak, tidak menyertakan bukti setor UP ke Negara (tidak ada dalam berkas)”.
“Singkatnya lanjut Erwin, akibat bukti setor UP itu tidak ada maka, terpidana Yuni tidak mendapat hak2nya sebagai terpidana, sebab dasar pejabat LP Perempuan Pontianak melaksanakan hak – hak dimaksud adalah bukti setor UP itu”
” Kami dengar dari klien kami bahwa, LP Perempuan Pontianak telah berkirim surat kepada Kejagung, Kejati menanyakan dan meminta bukti dimaksud, tetapi belum mendapat jawaban”
“Bahkan, karena Kejagung belum respon surat tersebut, LP Perempuan Pontianak- pun buat surat minta Fatwa Mahkamah Agung (MA)” sebut Erwin menirukan informasi kliennya.
“Kami dengar dari klien kami Yuni, hal menyurati pihak yang berkompeten dilakukan LP Perempuan Pontianak demi keadilan dan transparan eksekutor (Kejaksaan) atas raibnya UP klien kami Yuni Sikala Kope”
“Jadi, klien kami sekarang harus jalani hukuman tambahan lantaran bukti setor UP itu tak ada”
“Dimana bukti UP itu dan apakah pernah di setor pihak eksekutor, inilah tugas kami”
“Ini kira – kira isi dan maksud surat kami kepada Kejati Pontianak selaku eksekutor kasus ini”
Demikian Erwin Siahaan SH kepada pp.com (30/4) di Pontianak, mengenai langkah – langkah pihaknya mulai mengungkap UP terpidana Yuni Sekala Kope.
Lanjut, Menjawab pp.com mengenai apakah ada bunyi putusan yang tidak jelas, putusan Pengadilan Negeri, Banding PT, Kasasi dan PK, sehingga bukti setoran UP ke Negara dipertanyakan ??
Pengacara asal Sumut ini mengatakan begini, Saya bersedia Pengacara terpidana Yuni, karena sudah terlebih dulu mengetahui banyak informasi tentang kasus yang bergulir di tahun 2017 lalu itu.
Kemudian, membaca Putusan semua tingkatan termasuk yang di rilis oleh media.
Mulai dari posisi terpidana di kasus ini, persidangan hingga alur UP itu sendiri ke tangan oknum Jaksa (Eksekutor) ujar Erwin.
Dari informasi media misalnya lanjut Erwin, yang konon langsung dari terpidana secara eksklusif, Saya sempat mengecam keras penghukuman terpidana ini, katanya dengan nada geram.
Saya menduga, pihak eksekutor abaikan putusan MA, Raibnya UP adalah kejanggalan sistemik dalam mekanisme penyetoran.
Dan ironisnya, Kasus ini mencuat ke permukaan justru setelah Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Perempuan Kelas IIA Pontianak melaporkan bahwa Kejaksaan Negeri Pontianak diduga mengabaikan putusan Mahkamah Agung (MA) terkait pengembalian dana, bebernya.
Kembali Ikhwal bukti setor UP itu dipertanyakan, Erwin menyebut, bermula dari Putusan Peninjauan Kembali (PK) Mahkamah Agung RI Nomor: 28 PK/Pid.Sus/2023 tanggal 31 Mei 2023.
Putusan PK ini memerintahkan terdakwa, Ir. Yuni Sikala Kope, untuk membayar uang pengganti sebesar Rp. 8.827.998.546,-.
Namun, yang menjadi sorotan tajam adalah adanya fakta bahwa putusan MA tersebut secara eksplisit memperhitungkan uang sebesar Rp. 2.910.000.000,- yang telah dikembalikan oleh terpidana.
Dengan demikian, sisa kewajiban uang pengganti yang seharusnya dibayar terpidana adalah Rp. 5.117.998.546,-.
Namun, Lapas Perempuan Kelas IIA Pontianak, dalam serangkaian surat resmi yang dilayangkan ke berbagai pihak, yang menyatakan bahwa Lapas Perempuan Kls II A Pontianak tidak pernah menerima bukti Penerimaan Negara / tanda setor uang pengganti” yang sah.
Sementara bukti itu adalah dasar administrasi yang krusial buat terpidana.
terang Pengacara yang sering menangani kasus Tipikor di Kalbar.
Dalam salah satu suratnya lanjut Erwin mengulangi, Lapas menyatakan: “Bahwa terkait amar putusan Peninjauan Kembali Lapas tidak pernah menerima surat jawaban Kejari/Kejati Kalbar dengan nomor surat no,. W.16.PAS.18.PK.-01.02-1236 tanggal 11 Oktober 2023
“Penegasannya belum ada pengiriman bukti setoran ke Kas Negera sebesar yang tertera dalam putusan Peninjauan Kembali dar Mahkamah Agung RI”
Diakhir wawancara pp.com Erwin Siahaan menyikapi situasi ini menyatakan, “Ini bukan sekadar kejanggalan, ini indikasi kuat adanya upaya penggelapan !!
Putusan MA itu hukum tertinggi, dan jika Kejaksaan mengabaikannya, ini preseden buruk bagi penegakan hukum di negeri ini,” seru Siahaan.
Pengacara yang berkantor di Jl. Oevang Uray Sintang ini menegaskan bahwa uang pengganti adalah hak negara yang harus dikembalikan secara utuh.
“Setiap rupiah dari uang pengganti itu adalah uang rakyat yang dirampok oleh koruptor.
Jika ada oknum yang berani bermain-main dengan uang ini, mereka harus dihukum seberat-beratnya!” tegasnya.
Siahaan – pun tak segan menyoroti dengan tajam potensi keterlibatan oknum dalam Kejaksaan terkait alur UP itu.
“Saya menduga ada oknum di dalam Kejaksaan yang sengaja menghambat proses penyetoran ini untuk kepentingan pribadi.
“Ini harus diusut tuntas, jangan sampai institusi penegak hukum tercoreng oleh segelintir orang yang tidak bertanggung jawab,” katanya.
Siahaan mendesak tindakan tegas dari KPK “Jangan diam KPK, Kejaksaan Agung, dan BPK harus segera turun tangan untuk melakukan investigasi mendalam terhadap kasus Ini, pinta Erwin***