Berita  

Keluarga Konay Lapor Kejati NTT di Komisi III DPR RI

"Terkait Sengketa Tanah Rp 900 Miliar dan Misteri Eksekusi yang Tak Tuntas"

banner 120x600

Penulis : Benny Leonard |

Kota Kupang : pelitaprabu.com

Drama hukum sengketa tanah seluas 99.785 m² bernilai ratusan miliar rupiah kembali memanas. Fransisco Bernando Bessi, mewakili keluarga Konay, menggugat keras penyitaan aset oleh Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur (Kejati NTT) dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR RI hari ini (16/7).

Rapat yang dipimpin langsung oleh Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, ini menyoroti dugaan pelanggaran prosedur hukum dalam kasus korupsi senilai Rp 900 miliar yang melibatkan tanah warisan keluarga Konay.

“Ini bukan sekadar sengketa tanah, tapi pertaruhan keadilan”, tegas Fransisco di hadapan para anggota dewan.

Ia membeberkan fakta mengejutkan tanah yang disita Kejati NTT itu sejatinya telah tuntas dieksekusi oleh Pengadilan Negeri Kelas IA Kupang pada 8 September 1997.

Bahkan, pada 1999, Kepala Lembaga Pemasyarakatan (Kalapas) Kupang kala itu, Dicky Foeh, secara resmi menyerahkan sebagian tanah Lapas kepada ahli waris Konay, Esau Konay (almarhum), dengan disaksikan banyak pihak.

Misteri Tanah yang “Hidup Kembali” Fransisco menyindir ironi di balik kasus ini

“Bagaimana mungkin tanah yang sudah sah beralih kepemilikan 26 tahun lalu tiba-tiba disita lagi?”

Ia menegaskan, Marthen Soleman Konay alias Tenny Konay sebagai ahli waris sah.

Esau Konay tidak pernah menjual sejengkal pun tanah tersebut. “Jika ada anggota keluarga lain yang mengklaim menjualnya, itu adalah pihak yang kalah dalam perkara.

Dan kebetulan, mereka semua sudah meninggal,” ujarnya, merujuk pada almarhum Yuliana Konay, Yonas Konay, dan Nicson Lili.

Lebih menohok, Fransisco mengungkap bahwa Tenny Konay justru dijadikan tersangka oleh Kejati NTT setelah bersuara di media. “Ini jelas intimidasi! Kami tak pernah diberi tahu dasar hukum penyitaan ini,” tambahnya.

Komisi III DPR RI diminta turun tangan dalam kesimpulan yang mengguncang, Fransisco memohon agar Komisi III DPR RI untuk memanggil Kejati NTT dan Kemenkum HAM NTT guna mengungkap kebenaran kasus ini secara transparan.

“Publik berhak tahu ada apa di balik penyitaan tanah yang sudah selesai secara hukum ini ?”

“Jika ini dibiarkan, tidak ada lagi kepastian hukum di negeri ini. Kejati NTT harus bertanggung jawab!” Tegasnya

Kini, bola berada di pengadilan politik. Akankah Komisi III DPR RI membongkar skandal ini, atau kasus ini akan tenggelam ?***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *