Penulis : Hasyim|
Surabaya, pelitaprabu.com |
Jerit panik dan kobaran api membelah malam di Jalan Jemur Wonosari Gang Masjid, Wonocolo, Surabaya, Rabu (17/09/2025) pukul 21.00 WIB. Dalam hitungan menit, api yang diduga berasal dari kompor lupa dimatikan melalap tujuh rumah warga.
Empat kontrakan non-permanen, tiga kamar kos, dan dua kamar kos permanen rata dengan tanah. Kerugian diperkirakan mencapai Rp210 juta lebih. Warga hanya bisa menyaksikan tempat tinggalnya berubah jadi puing, sementara akses gang sempit membuat mobil damkar terseok-seok menembus lokasi.
Di tengah suasana duka itu, hadir sosok senator yang dikenal dekat dengan rakyat, Lia Istifhama alias Ning Lia. Putri ulama besar KH Maskur Hasyim ini datang bukan sekadar menyalami korban, tapi ikut menyatu dalam semangat gotong royong warga. Kehadirannya seolah menjadi cahaya harapan bagi para korban yang kehilangan segalanya.
“Dalam lima menit, tujuh rumah hangus. Ini peringatan keras! Jangan hanya sibuk memadamkan, tapi kita harus mencegah. Warga perlu APAR aktif, tidak boleh kedaluwarsa, dan jumlahnya harus memadai. Waktu adalah penentu hidup-mati saat api muncul,” tegas Ning Lia, yang tahun ini menmenyabet Legislatif Awards 2025.
Ning Lia menyoroti masalah klasik kawasan padat penduduk: akses jalan sempit yang mematikan. Mobil pemadam sulit masuk, membuat api cepat membesar.
“Ini PR besar. Jalan umum di kawasan padat harus jadi perhatian. Kalau tidak, korban-korban berikutnya hanya tinggal menunggu waktu,” ujarnya lantang.
Meski rumah hilang, warga Jemur Wonosari menunjukkan solidaritas yang menggetarkan. Rumah-rumah dibuka untuk menampung korban, donasi dana dan pakaian terus mengalir, bahkan posko darurat berdiri atas inisiatif warga sendiri.
“Saya terharu. Inilah jati diri bangsa: gotong royong. Justru di tengah bencana, lahir kekuatan bersama. Ini cahaya harapan yang harus dijaga,” kata Ning Lia, yang juga dinobatkan sebagai Wakil Rakyat Terpopuler versi ARCI.
Sejumlah bantuan resmi pun berdatangan. Dinsos Jatim dan BPBD Jatim sigap mengirim logistik, sementara sekolah-sekolah di sekitar lokasi turut menyalurkan pakaian bagi korban.
Anggota DPRD Surabaya, Muhaimin, yang turut hadir, memberi apresiasi:
“Jangan khawatir. Ada Ning Lia, ada Ibu Khofifah, ada semua stakeholder kota. Bantuan terbaik pasti diupayakan untuk warga Jemur Wonosari.”
Tennia Suprihatin (42), pemilik kos tempat api pertama muncul, hanya bisa pasrah. Kompor yang lupa dimatikan menjelma jadi malapetaka. Namun ia mengaku terhibur oleh kepedulian warga dan para tokoh.
“Meski hanya puing yang tersisa, kami tetap merasa punya harapan. Gotong royong warga dan kepedulian yang datang jadi kekuatan untuk bangkit lagi,” ucapnya.
Musibah ini bukan sekadar tragedi, tapi juga tamparan keras bahwa akses gang sempit dan minimnya APAR bisa jadi pembunuh diam-diam. Kini, suara Ning Lia dan warga Jemur Wonosari menggema: jangan tunggu korban berikutnya untuk sadar pentingnya pencegahan.***