Indeks
Berita  

Anatomi Kejatuhan Swasti Sari Tragedi Koperasi Triliunan di Tangan Rezim Otoriter

Penulis : Benny Leonard|

Kota Kupang, pelitaprabu.com |

Koperasi yang dibangun untuk orang kecil itu kini sekarat. Di tengah kerugian belasan miliar, dugaan tindak pidana dan praktik tirani para pengurusnya menjadi ancaman nyata bagi visi koperasi nasional.

“Koperasi ini di bangun 37 tahun lalu dari mimpi para guru dan pensiunan kini di ambang keruntuhan. Koperasi Swasti Sari, lembaga dengan aset lebih dari Rp 1 triliun milik ratusan ribu anggota kecil, tengah dilanda krisis. Ironisnya, ancaman ini bukan datang dari badai ekonomi, melainkan dari pembusukan institusional yang diduga didalangi oleh rezim pengurusnya sendiri.” ungkap Getir salah satu anggota perintis yang ditemui di Kantor Kas Koperasi Swasti Sari Kupang, (26/06/2025)

Kisah Swasti Sari adalah sebuah paradoks yang menyakitkan. Lembaga yang didirikan sebagai suar harapan kini menjadi episentrum dugaan penindasan, maladministrasi, hingga tindak pidana. Skandal ini telah menjadi bom waktu yang berpotensi mencederai kepercayaan publik dan menyabotase program strategis “Koperasi Merah Putih” yang dicanangkan Presiden Prabowo Subianto.

Matinya Demokrasi Anggota

Pilar utama demokrasi koperasi — Hasil Rapat Anggota Tahunan (RAT) secara sistematis tidak pernah dijalankan sejak 2023. Di jantung peminggiran kedaulatan anggota ini berdiri Ketua Pengurus, Lambertus Ara Tukan. Menurut para anggota perintis, Lambertus bukan hanya menolak audiensi sampai tiga kali tetapi juga secara terang-terangan mengeluarkan pernyataan fatal yang mengebiri jiwa koperasi “anggota dan hasil RAT itu tidak penting.”

Arogansinya tak berhenti di situ. Lambertus diduga menggunakan afiliasi politik sebagai tameng kekebalan. “Saya ini timses Melki Joni,” ujarnya seperti ditirukan seorang anggota, seolah hendak menegaskan bahwa posisinya tak tersentuh oleh suara rakyat pemilik koperasi.

Jaringan Dugaan Ilegalitas

Di balik tirani anti-demokrasi, terkuak jaringan dugaan ilegalitas yang lebih dalam. “Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART), secara terang-terangan diabaikan. Larangan pernikahan sesama karyawan untuk mencegah nepotisme diduga diamandemen sepihak.” ujar anggota perintis Koperasi.

Untuk melegitimasi langkah ini, Sekretaris Pengurus Albinus Salem dan Penasihat Dr. John Tuba Helan selalu menggunakan putusan Mahkamah Konstitusi secara keliru sebagai alat intimidasi. Tindak pidana serius juga menyeret nama Wakil GM, Kasmirus Kopong yang memalsukan tanda tangan untuk memuluskan pernikahan antar karyawan. Ironisnya, pasangan yang menikah ini memiliki hubungan keluarga dengan petinggi koperasi dan langsung ditempatkan pada “posisi vital di bidang keuangan,

“Sebuah langkah yang mengunci dugaan praktik kronisme di jantung perputaran uang lembaga.” ujarnya kembali tanpa mau disebutkan namanya karena trauma intimidasi.

Anomali Finansial dan Pemborosan Brutal

Saat pilar demokrasi dan hukum diruntuhkan, pilar keuangan pun digerogoti. “Kami anggota sangat bingung dan pasrah karena GM Imelda Anin, disaat koperasi dilaporkan mengalami kerugian finansial fantastis yang mencapai belasan miliar rupiah, uang anggota dihabiskan secara brutal.” ucapan lirih silih berganti oleh para anggota perintis Koperasi.

Transparansi menjadi ilusi, Sisa Hasil Usaha (SHU) anjlok dan laporan keuangan diduga disembunyikan.
Namun, alih-alih melakukan efisiensi, rezim pengurus justru menggelar festival pemborosan. Imelda Anin melakukan mutasi terhadap hampir 200 pegawai, melakukan safari dinas, dan bahkan merencanakan pembangunan kantor baru yang megah.

“Lembaga rugi belasan miliar bulan berjalan dan Pengurus terus menghabiskan uang anggota secara brutal,” ucap seorang pensiunan guru, salah satu perintis koperasi, dengan nada pilu. Ia mengenang masa lalu saat almarhum Uskup Emeritus Petrus Turang dengan tulus membantu mereka membuka rekening pertama. Sebuah kenangan luhur yang kini kontras dengan realitas yang kejam.

Luka para perintis semakin dalam melihat para pengurus yang diduga bertanggung jawab atas krisis ini bahkan sebagian memiliki tunggakan utang pinjaman lunak yang diloloskan oleh Lambertus Ara Tukan justru maju kembali dalam pencalonan pengurus periode berikutnya.

Seruan Intervensi Nasional

“Kisruh di Koperasi Swasti Sari bukan lagi sekadar masalah internal. Ia adalah representasi dari penyakit tata kelola yang bisa membunuh gerakan Koperasi dari dalam. Sesuai UU Koperasi No. 25 Tahun 1992 pasal 34, pengurus yang lalai hingga menimbulkan kerugian dapat digugat.” ungkapan emosional salah satu anggota Koperasi yang lagi lagi minta namanya tidak disebut.

“Preseden buruk ini akan mengikis kepercayaan publik secara nasional. Pemerintah Pusat, khususnya Kementerian Koperasi dan Presiden Prabowo, diharapkan tidak tinggal diam. Intervensi tegas adalah sebuah keharusan untuk mengurai benang kusut ini, menyeret pihak-pihak yang bertanggung jawab ke meja hukum, dan menyelamatkan marwah koperasi sebagai soko guru ekonomi bangsa dari kehancuran total.” ucap anggota perintis sembari meninggalkan Kantor Koperasi Swasti Sari Kupang.***

Exit mobile version