Opini : Tias Satrio Adhitama |
Sidoarjo, pelitaprabu.com |
Bicara politik salah satunya mengenai membangun dukungan dan politik dapat dijelaskan sebagai seni meraih kekuasaan. Dukungan dikondisikan untuk memenangkan calon demi meraih kekuasaan politik. Dalam situasi demokratis hal demikian adalah niscaya dan wajar. Merebut kekuasan politik memiliki orientasi untuk memastikan jawaban bagi kesejahteraan masyarakat dalam atmosfer demokratis.
Seorang calon memungkinkan mendapat dukungan dari parpol untuk tujuan kekuasaan tersebut. Parpol adalah akses untuk menuju kesana. Artinya semakin kuat dukungan parpol maka semakin legitimate sosok calon tersebut, artinya bicara kepantasan dari logika berpolitik. Penguatan kedirian seorang calon akan semakin digdaya ketika didukung elemen-elemen parpol secara bersama-sama. Dapat disebut sebagai kekuatan politik struktural formal.
Menurut Oman Sukmana mengutip dari Buechler (1998:457) yang mengemukakan bahwa secara umum teori-teori gerakan sosial baru dapat dikelompokan dalam dua versi yang berbeda, yakni versi politik dan versi kultur. Perbedaan ini tidak bersifat ekslusif, akan tetapi dapat membantu memahami beberapa dimensi dan posisi sebuah gerakan sosial baru. Dua versi tersebut sama-sama dilahirkan dari situasi sosial yang berkelindan di lingkungan sehari-hari.
Diskusi keberadaan calon yang akan merebut kekuasaan akan semakin menarik jika dikaitkan dengan gerakan sosial baru versi politik dan kultur. Kedua gerakan sosial ini dicontohkan sebagai relawan-relawan pendukung paslon di luar ring parpol (berada diluar saluran politik formal). Ketika masyarakat melihat pesimis positioning sebuah parpol, maka melirik potensi relawan sebagai kekuatan alternatif adalah penting.
Ada optimisme jika berbicara mengenai relawan versi sosial politik dan sosial kultural. Keduanya adalah kekuatan nyata dalam konstelasi politik hari ini. Sangat memungkinkan ketika keduanya bergabung akan menjadi kekuatan dahsyat di luar ring parpol. Banyak fenomena politik di Indonesia yang bisa diurai sebagai contoh empiris. Jika menilik kisah relawan-relawan Jokowi dalam usahanya memenangkannya dalam kontestasi Pilpres 2019. Termasuk jika bicara mengenai relawan-relawa Prabowo Gibran dalam ikhtiyar nasional untuk memenangkan satu putaran untuk paslon ini dalam Pemilu 2024.
BAS Dalam Dinamika Politik Sidoarjo
Dalam konteks politik Sidoarjo hari ini, ada kelompok relawan lokal yang mengemuka dalam tahun 2024 ini. Menyusul momen Pilkada, grup relawan ini sengaja didesain secara sosial politik demi urusan memenangkan Subandi, SH, M.Kn yang saat ini menjabat Plt Bupati Sidoarjo. Mereka menyebut dirinya sebagai Bolone Abah Subandi (BAS), dan menyebut jagoannya tersebut dengan sebutan Abah Subandi. Bagi BAS, Subandi adalah figur panutan untuk memimpin Sidoarjo, BAS akan terus menyokong Subandi dalam situasi apapun dan dalam gerbong partai apapun.
Disebut mengemuka karena memiliki basis kolektif hingga grassroot, rasionalisasi jelas dan berorientasi sosio politik. Persis dalam kajian perspektif teori Gerakan Sosial Baru (GSB). Ciri-cirinya ada dalam BAS. Mereka berangkat dari kolektif masyarakat biasa yang melek politik, dan concern pada persoalan sosial politik. BAS memiliki keprihatinan yang sama dengan masyarakat pada umumnya mengenai lahirnya pemimpin Sidoarjo yang amanah dan loyal pada kepentingan rakyat. Melihat positioning BAS sebagai kolektif politik satu frekwensi bersama untuk cita-cita Sidoarjo anti korupsi. Sebuah rasionalisasi obyektif setelah tiga kali Pemerintah Daerah Kabupaten Sidoarjo dimakzulkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Semua Gerakan Sosial Baru akan melibatkan politik akar rumput dan disebut memprakasai gerakan dari aspek mikro. Termasuk jika bicara relawan BAS. Para aktornya melakukan upaya sadar untuk belajar dari pengalaman masa lalu, dan merelatifkan nilai-nilai mereka melalui penalaran. BAS berangkat dari latar belakang yang berbeda-beda kemudian dijelmakan menjadi kesatuan harmoni untuk turut serta menjawab kebuntuan sosial politik Sidoarjo hari ini.
Membersamai Subandi bagi BAS adalah kebutuhan menjawab figur pemimpin Sidoarjo saat ini. Pengalaman politik yang tidak bisa diragukan; dua kali menjadi kepala desa, pernah menjadi legislatif, pernah merasakan menjadi Wakil Bupati Sidoarjo dan hari ini menjadi Plt Bupati. Di luar semua ini, sosok Subandi adalah pemimpin Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) sebagai partai pemenang di Kabupaten Sidoarjo pada Pemilu 2024. Alasan-alasan logis tersebut menemukan muaranya dengan kredibilitas sosok Subandi yang tidak mempunyai aib dan cidera politik.
Berbicara mengenai posisi BAS yang berada di luar saluran politik formal, bahwa BAS menggunakan strategi taktik kultural, dan berorientasi pada politik figur populis elektoral. BAS sangat mampu bekerja sama dengan kekuatan media mainstream maupun media social, memainkan wacana yang berkembang, menjadi event specialist, dan siap menjadi garda terdepan menjawab kemungkinan serangan terburuk. Praktis hal tersebut menjadi tolak ukur profesionalisme relawan sehingga mampu memobilisasi opini untuk mendapatkan pengaruh publik.
Sebagai akhir tulisan, bahwa mereka tidak didefinisikan oleh batas kelas tetapi ditandai oleh perhatian umum atas isu-isu sosial. BAS adalah refleksi kekuatan politik alternatif dalam situasi mendesak hari ini. BAS sangat terbuka akan kerjasama dengan goal yang terukur, toleran dan totalitas menentukan pilihan figur sejak masa-masa dilema seorang Subandi di tengah kepungan kekuatan lama ketika itu. Sejak awal BAS meyakini figur Subandi adalah solusi Sidoarjo masa depan. BAS akan terus mengkampanyekan di semua kantong-kantong massa untuk turut meyakini Subandi sebagai Pemimpin ideal bagi keberlanjutan dan keberlangsungan Sidoarjo.***