Indeks
Berita  

Dua Anggota DPRD Kupang Diduga Aniaya Pejabat Setempat. “Ini Sudah Melanggar Norma!”

Penulis: Benny Leonard|

Kupang, pelitaprabu.com|

 

Ruang rapat internal DPRD Kabupaten Kupang berubah menjadi arena kekerasan pada Jumat (20/6/2025) sore. Rony Natonis, Kepala Bagian Umum dan Keuangan Sekretariat DPRD setempat, menjadi korban penganiayaan yang diduga melibatkan dua anggota dewan, Tome Da Costa (Gerindra) dan Octovianus Djevri Piether La’a alias Octo La’a (Golkar). Korban mengalami luka serius di wajah dan kepala setelah insiden yang terjadi sekitar pukul 15.00 WITA itu. Menurut kuasa hukum korban, Bildad Thonak, pemukulan berawal dari tekanan sejumlah anggota DPRD yang memaksa Rony mencairkan anggaran perjalanan dinas sebelum waktunya.

“Padahal, aturannya jelas, dana baru bisa dicairkan setelah kegiatan selesai. Ketika korban menolak karena melanggar regulasi, dia justru dihujani makian dan kekerasan fisik,” tegas Bildad. Tome Da Costa, politisi Gerindra dari Dapil 1 (Kupang Tengah, Kupang Timur, Taebenu), diduga melemparkan botol ke arah Rony. Sementara Octo La’a, anggota Golkar dari Dapil 3 (Amfoang Raya), disebut ikut memukul korban hingga wajahnya membiru.

Sekretaris DPD Partai Gerindra NTT, Fernando Osorio Soares, mengaku telah memanggil Tome untuk klarifikasi. Namun, pihaknya memilih tidak intervensi. “Proses sudah ke polisi, kami serahkan sepenuhnya. Kami tetap pegang praduga tak bersalah, tapi jika terbukti salah, akan kami bawa ke Mahkamah Partai,” kata Fernando, (Senin 23/6/2025). Pihaknya telah meminta Tome untuk berinisiatif berdamai, terlebih setelah visum menunjukkan luka serius. “Tapi kami percaya polisi akan bekerja profesional,” ujarnya.

 

Laporan ke Polda NTT, Proses hukum Berjalan

Usai kejadian, Rony langsung melapor ke Mapolda NTT. “Laporannya sudah masuk, dan penyelidikan sedang berjalan,” jelas Bildad. Insiden ini memantik pertanyaan sejauh mana anggota dewan menghormati aturan yang mereka buat sendiri? Apalagi, korban adalah pejabat yang seharusnya dilindungi, bukan dijadikan sasaran amuk karena menolak melanggar prosedur.

Sementara itu, Partai Golkar belum memberikan pernyataan resmi terkait keterlibatan Octo La’a. Namun, tekanan publik diprediksi akan memaksa kedua partai mengambil sikap tegas jika bukti-bukti semakin sebaliknya.

Kini, bola ada di pengadilan. Masyarakat menunggu, akankah kekuasaan sekali lagi mengalahkan hukum, atau justru sebaliknya?

Exit mobile version