Penulis | Jesman Sianturi
Sintang, Kalbar | pelitaprabu.com
Dugaan tindak pidana penipuan yang dilakukan oleh PT. Zelldenem Rayza Properti di Sintang memasuki babak baru.
Setelah lima tahun tidak mendapatkan sertifikat tanah kavlingan yang dijanjikan, ratusan konsumen kini menempuh jalur hukum dengan melaporkan direktur perusahaan, Ashley Rayza, ke Polres Sintang.
Kasus ini tidak hanya berpotensi melanggar Pasal 378 KUHP, tetapi juga menyoroti pelanggaran serius terhadap Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan Undang-Undang Perumahan.
Pada Senin (4/8), Empat perwakilan dari ratusan konsumen yakni, Petrus Santori, Paulus Fillo, Irene dan Sarianto, telah menjalani Berita Acara Pemeriksaan (BAP) di Unit I Pidum Satreskrim Polres Sintang.
Kuasa hukum para korban, Erwin Siahaan, S.H., menyatakan bahwa laporan ini adalah langkah terakhir setelah bertahun-tahun janji yang tak kunjung terealisasi.
”Empat perwakilan dari ratusan klien kami sudah selesai di BAP. Kami berharap penyidik dapat segera memanggil terlapor, Ashley Rayza, untuk dimintai keterangan,” ujar Erwin Siahaan.
Menurut Erwin, kasus ini bermula sejak tahun 2020 ketika PT. Zelldenem Rayza Properti menjual tanah kavlingan di wilayah Yunza I dan Yunza II, masing – masing di Desa Mertiguna Kec. Sintang.
Saat itu, Ashley Rayza menjanjikan sertifikat akan segera diberikan langsung atas nama pembeli, baik untuk pembayaran tunai maupun kredit.
Namun, janji tersebut tidak pernah terpenuhi. Para konsumen yang telah melunasi pembayaran sejak 2020 hingga 2025 tidak kunjung menerima sertifikat. Bahkan, direktur perusahaan, Ashley Rayza, sulit dihubungi karena kerap berganti nomor telepon.
Pelanggaran serius terhadap aturan hukum. Erwin Siahaan menjelaskan, dari kronologi yang ada, kasus ini memenuhi sejumlah unsur pelanggaran hukum:
Dugaan Penipuan (Pasal 378 KUHP): Unsur penipuan terpenuhi karena ada dugaan tipu muslihat atau rangkaian kebohongan yang digunakan untuk meyakinkan konsumen agar membayar tanah dimaksud.
Kejanggalan seperti surat jual beli yang tidak mencantumkan nomor sertifikat induk dan sulitnya direktur dihubungi memperkuat dugaan ini, lanjut Erwin
Ingkar Janji (Pasal 1243 KUHPerdata): Selain pidana, kasus ini juga masuk ranah perdata. Perusahaan dianggap telah melakukan wanprestasi atau ingkar janji karena tidak menunaikan kewajibannya sesuai yang tertuang dalam surat jual beli.
Selain itu, kasus ini juga merupakan pelanggaran berat terhadap undang-undang yang melindungi hak-hak konsumen dan pembeli properti:
Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK): PT. Zelldenem diduga melanggar Pasal 4 UUPK karena tidak memberikan informasi yang jelas dan benar, seperti lokasi tanah dan status sertifikat.
Perusahaan juga melanggar Pasal 7 UUPK karena tidak beritikad baik dalam menjalankan usahanya.
Undang-Undang Perumahan dan Kawasan Permukiman: Pelanggaran paling mendasar adalah kegagalan pengembang untuk menjamin kepastian kepemilikan lahan.
Menurut Pasal 42 UU No. 1/2011, pengembang wajib menyerahkan sertifikat kepada konsumen yang telah melunasi kewajibannya.
Kasus ini, di mana ada kavlingan yang dijual ganda dan konsumen tidak mengetahui posisi tanahnya, adalah indikasi kuat pelanggaran pasal tersebut, tegas Erwin.
Dengan rampungnya BAP para saksi pelapor, kini bola berada di tangan penyidik Polres Sintang.
Para korban berharap proses hukum dapat berjalan cepat agar mereka mendapatkan kembali hak-hak yang telah dijanjikan Ashley, tutup Advokad Erwin asal Sumut itu***