Indeks
Berita  

Wakil Ketua Komisi E DPRD Jatim Hikmah Bafaqih Tegaskan Ijazah Tak Bisa Dicetak Ulang Hanya Bisa Diganti SKPI, Tanggapi Pernyataan Gubernur Khofifah

Penulis: Hasyim Asy’ari|

Surabaya, pelitaprabu.com|

 

Wakil Ketua Komisi E DPRD Jawa Timur, Hikmah Bafaqih, menegaskan bahwa ijazah yang rusak atau hilang tidak dapat dicetak atau diterbitkan ulang. Hal ini disampaikannya menanggapi pernyataan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa yang sebelumnya mengungkapkan kesiapannya membantu penerbitan ulang ijazah milik puluhan karyawan korban penahanan ijazah oleh perusahaan UD Sentoso Seal, milik pebisnis Jan Hwa Diana di Surabaya.

“Saya tadi sempat berdiskusi dengan beberapa teman, baik di Komisi E maupun di Dinas Pendidikan. Kami semua itu sepakat bahwa ijazah itu tidak bisa diterbitkan ulang,” ujar Hikmah , Selasa (21/5/2025).

Politisi PKB tersebut menjelaskan bahwa dalam kasus ijazah karyawan yang ditahan, apabila dokumen asli tidak dikembalikan, maka mekanisme resmi yang dapat ditempuh adalah pengurusan Surat Keterangan Pengganti Ijazah (SKPI), yang memiliki kedudukan hukum setara dengan ijazah asli.

“Kalau toh misalnya hilang atau karena sebab lain rusak misalnya, yang bisa itu adalah pengganti ijazah, semacam surat keterangan pengganti ijazah begitu, bukan ijazah dicetak ulang,” tegasnya.

Ia menambahkan bahwa SKPI memiliki kekuatan hukum yang sah dan dapat digunakan untuk keperluan administrasi, termasuk melamar pekerjaan. Menurutnya, penegasan ini penting mengingat masih banyak masyarakat yang belum memahami mekanisme penggantian dokumen pendidikan yang hilang atau rusak.

Hikmah juga mengapresiasi perhatian Gubernur Khofifah terhadap nasib para karyawan yang dirugikan. Namun, ia mengingatkan bahwa solusi yang ditempuh harus sesuai dengan aturan hukum agar tidak menimbulkan polemik baru di kemudian hari.

“Itu menunjukkan bahwa Bu Gub punya perhatian terhadap warganya yang memang bermasalah,” ucap Hikmah.

Lebih lanjut, Hikmah meminta pemerintah untuk mengusut tuntas kasus penahanan ijazah oleh UD Sentoso Seal, karena tindakan tersebut melanggar Peraturan Daerah (Perda) Jawa Timur Nomor 8 Tahun 2016 tentang Ketenagakerjaan. Ia menekankan bahwa pimpinan perusahaan tetap harus bertanggung jawab, meski pelaku langsung dari kebijakan tersebut adalah pihak HRD yang kini telah mengundurkan diri.

“Tidak bisa begitu, pimpinan perusahaan tetap harus bertanggung jawab,” tegasnya. “Dalam perda juga sudah disebutkan terlarang. Karenanya ya harus ditegakkan aturan itu untuk memberikan jurisprudensi yang jelas bagi tempat usaha lain agar tidak melakukan hal serupa,” sambungnya.

Hikmah menilai kasus ini menjadi pelajaran penting bagi Pemerintah Provinsi Jawa Timur untuk lebih aktif mensosialisasikan dan menegakkan peraturan daerah yang telah ditetapkan.

“Kalau bukan Pemprov yang berusaha menegakkan dan menjaga proses law enforcement dari perda yang ada, lalu siapa lagi yang kita minta untuk menghormati? Jadi itu harus dijalankan, ditegakkan setegak-tegaknya,” pungkasnya.

Exit mobile version