Penulis : Adrianto |
Sulawesi Utara : pelitaprabu.com |
Modus operandi Tindak pidana korupsi (Tipikor) dan Tindak Pidana pencucian uang (TPPU), yang semakin canggih (Sophisticated) saat ini, menuntut respon yang adaptif dan inovatif dari aparat penegak hukum, dalam upayanya untuk mencegah maupun melakukan tindakan penegakan hukum untuk melindungi negara dari kerugian secara finansial.
Kejahatan Sophisticated yang semakin kompleks dan terorganisir saat ini, cenderung memanfaatkan perkembangan teknologi, globalisasi keuangan, dan celah regulasi, untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul dana hasil tindak pidana.
Kerugian keuangan negara yang ditimbulkan atas tindak kejahatan yang kerap dikenal publik dengan istilah “Kejahatan Kerah Putih” ini, telah memberikan dampak negatif terhadap stabilitas ekonomi dan pembangunan, yang berpengaruh pada turunnya tingkat kepercayaan masyarakat kepada pemerintah dan lembaga negara.
Topik Sophisticated Crime ini dikupas secara epic oleh Kajari Bitung, Dr. Yadyn Palebangan SH MH, saat tampil sebagai pembicara pada Seminar Hukum, Modus Operandi Tindak Pidana Korupsi dan Pencucian Uang (Money Laundering) Kejahatan Sophisticated, yang berlangsung di Lantai 12 Auditorium Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi Manado, Jumat pagi (11/07/2025).
Pada kegiatan yang merupakan bagian dari Kampanye Anti Korupsi Kejari Bitung tersebut, Dr Yadyn menyoroti modus operandi para pelaku korupsi dan pencucian uang, yang saat ini semakin canggih (sophisticated) dalam menyamarkan perbuatan melanggar hukum mereka.
“Korupsi dan pencucian uang berjalan beriringan.
Hasil korupsi di “cuci”, agar tampak legal.
Kejahatan ini semakin canggih (sophisticated) berkat teknologi, globalisasi keuangan, dan celah regulasi,” buka Mantan Jaksa KPK tersebut.
“Korupsi adalah Penyalahgunaan kekuasaan/public office untuk keuntungan pribadi atau kelompok. Pencucian uang, proses menyamarkan asal-usul dana dari kejahatan agar terlihat bersih,” ucapnya.
Jaksa yang baru saja dipromosikan menjadi Kasubdit Penyidikan Tipikor dan TPPU Jampidsus Kejagung tersebut, mengupas satu per satu ciri dan tahapan modus operandi korupsi dan pencucian uang berbasiskan teknik canggih dan tren terkini yang ter up-to-date saat ini.
Sebagaimana pemaparan yang terangkum, berikut adalah ciri-ciri kejahatan Sophisticated,
Pertama, Multi-layered structure – Rangkaian entitas (perusahaan cangkang, subholding, trust).
Kedua, Cross-border element – Rekening offshore, yurisdiksi lemah pengawasan.
Ketiga, Penggunaan teknologi – Internet banking, cryptocurrency, dan aplikasi mobile.
Keempat, Skema kompleks – Layering, mingling, integration disertai manipulasi dokumen.
Selanjutnya Dr. Yadyn menyebutkan tentang 4 pola modus operandi korupsi dan pencucian uang sophisticated, diantaranya,
1. Perusahaan Bayangan, pengadaan yang mudah dimanipulasi dimasukan ke “perusahaan bayangan”, untuk menampung uang.
2. Memutar Dana Berkali-kali, pindahkan uang bolak‑balik antar-rekening (dalam dan luar negeri) supaya jejaknya kabur.
3. Investasi Aset Biasa dan Digital, uang dimasukkan ke properti, saham, atau cryptocurrency agar terlihat seperti investasi biasa.
4. Masuk ke Bisnis Legal, setelah “bersih”, dana dipakai di bisnis resmi—misal restoran atau
usaha keluarga, sehingga bisa dipakai kembali tanpa dicurigai.
Dr. Yadyn juga mengungkapkan empat modus tahapan korupsi dan money laundering sophisticated para koruptor dan antek-anteknya, yang meliputi perencanaan, eksekusi, penyamaran, dan distribusi.
“Pertama, Perencanaan, dimulai dengan identifikasi proyek atau proses pengadaan yang memiliki celah pengawasan. Pelaku memilih dan menyiapkan perusahaan cangkang atau nominee untuk digunakan sebagai sarana menyalurkan aliran dana korupsi,” ucap Yadyn.
“Kedua, Eksekusi, ini dilakukan dengan cara menggelembungkan anggaran melalui mark‑up harga barang/jasa atau penerbitan Surat
Pertanggungjawaban (SPJ) fiktif. Saat proyek berjalan, pelaku mengalirkan “fee” kepada pejabat kunci melalui rekening pihak ketiga agar aliran dana tidak langsung terkait dengan dirinya,” lanjut Yadyn.
“Ketiga, Penyamaran, terjadi ketika dana hasil korupsi diputar melalui beberapa lapis perusahaan (layering), baik di dalam maupun di luar negeri. Dana itu kemudian diinvestasikan ke dalam aset tak bergerak seperti properti, atau diubah menjadi aset digital seperti cryptocurrency, sehingga sulit dilacak asal usulnya,” tambahnya.
“Keempat, Distribusi, ini berlangsung saat dana yang telah “bersih”, disalurkan ke penerima manfaat akhir. Pelaku menggunakan trust, family office, atau corporate vehicles yang tampak sah guna menarik kembali dana tersebut tanpa menimbulkan kecurigaan,” ungkap Mantan Kajari Luwu Timur tersebut****